OKEGAS.ID, Tanjung Redeb – Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi meneken aturan yang memberi izin bagi ormas keagamaan untuk mengelola lahan tambang di Indonesia.

TS Poll - Loading poll ...
Coming Soon
Masyarakat Memilih, Siapa yang Layak Memimpin Berau 2025-2030?
{{row.Answer_Title}}
  • {{row.tsp_result_percent}} % {{row.Answer_Votes}} {{row.Answer_Votes}} ( {{row.tsp_result_percent}} % ) {{ tsp_result_no }}
VS VS

Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Beleid itu diteken Jokowi dan diundangkan pada Kamis (30/5).

Aturan baru itu juga mendapat respons dari Bupati Berau Sri Juniarsih. Ditemui Sabtu (1/6/2024), Sri Juniarsih menyebut jika PP terbaru yang diteken presiden itu merupakan perubahan dari PP Nomor 96 tahun 2021. Dimana isinya adalah pemberian kebijakan atau ruang bagi organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan, untuk bisa mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) di Indonesia, tanpa terkecuali di Kabupaten Berau.

“Sebagai kepala daerah di tingkatan kabupaten, saya tidak bisa memberikan komentar terlalu banyak. Tapi ormas yang yang dasarnya tidak membidangi pertambangan serta pengelolaan WIUPK, tentu akan bekerjasama dengan pihak yang lebih paham dan kompeten,” jelasnya.

TS Poll - Loading poll ...
Coming Soon
Masyarakat Memilih, Siapa yang Layak Memimpin Berau 2025-2030?
{{row.Answer_Title}}
  • {{row.tsp_result_percent}} % {{row.Answer_Votes}} {{row.Answer_Votes}} ( {{row.tsp_result_percent}} % ) {{ tsp_result_no }}
VS VS

Dikatakan Sri Juniarsih, pengelolaan pertambangan oleh ormas bisa saja dilakukan asalkan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Dan inilah mengapa perlu adanya kerjasama dengan pihak yang memang berkompeten di bidang pertambangan.

“Saya juga mengapresiasi kebijakan ini sebagai sebuah langkah besar dan luar biasa. Semoga kebijakan tersebut dapat menjadi solusi atas segala persoalan ‘tambang rakyat’ di Bumi Batiwakkal,” tambahnya.

Sri Juniarsih juga menambahkan jika dirinya selama ini secara pribadi pun merasa beban tersendiri, dengan adanya tudingan pembiaran aktivitas penambangan rakyat tersebut. Namun, keterbatasan kewenangan membuatnya tak bisa serta merta mengambil keputusan.

“Saya tidak punya kewenangan untuk menutup (tambang ilegal), tapi saya sudah berupaya untuk melapor ke aparat, yang jelas memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan bahkan penutupan aktivitas penambangan itu,” tegasnya.

Untuk diketahui, dalam aturan baru itu menyertakan Pasal 83A yang memberikan kesempatan organisasi keagamaan untuk memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).

Pasal 83A ayat 2 kemudian menegaskan bahwa WIUPK tersebut berasal dari wilayah bekas perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B).

PKP2B adalah perjanjian antara pemerintah dengan perusahaan berbadan hukum untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan batu bara.

Meski direstui mengelola tambang, ormas keagamaan dilarang sembarangan memindahkan izin atau kepemilikan sahamnya di badan usaha tersebut. Harus ada persetujuan menteri terkait terlebih dahulu.

“Izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dan/atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan menteri,” tulis pasal 83A ayat 3.

Ormas keagamaan yang mau mengelola pertambangan juga harus mencatatkan kepemilikan saham mayoritas di badan usaha. Dengan kata lain, mereka harus menjadi pengendali.

Selain itu, badan usaha milik ormas keagamaan yang mendapatkan IUPK dilarang bekerja sama dengan pemegang PKP2B sebelumnya. Larangan tersebut juga berlaku terhadap afiliasi pemegang izin lama.

“Penawaran WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berlaku dalam jangka waktu 5 tahun sejak peraturan pemerintah ini berlaku,” tegas pasal 83A ayat 6.

“Ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran WIUPK secara prioritas kepada badan usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dalam peraturan presiden,” tutup pasal 83A ayat 7 PP Nomor 25 Tahun 2024 itu. (*)

Editor: Hardianto