IKLAN VIDEO LIST

OKEGAS.ID, Tanjung Redeb – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau, melalui Disbun Berau, meningkatkan pengawasan terhadap kebun  terutama kelapa sawit yang diduga ilegal atau belum memenuhi persyaratan perizinan. Langkah ini dilakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan sekaligus menegakkan hukum agraria dan kehutanan.

Kepala Disbun Berau, Lita Handini menyatakan bahwa penertiban dan pemantauan dilakukan secara berkala terhadap perusahaan maupun usaha perkebunan rakyat. Tujuannya agar praktik perkebunan tetap sesuai norma, terutama di kawasan yang ditetapkan sebagai area konservasi atau zona lindung.

Kasus kebun sawit ilegal di kawasan bekas Hutan Tanaman Industri (HTI) maupun hutan lindung di Berau belakangan ini sering menjadi sorotan. Di Kecamatan Segah misalnya kawasan Tepian Buah terdapat penertiban lahan seluas 10.714 hektare yang dinilai dibuka dan digunakan tanpa izin resmi.

Sebelumnya, tim penertiban juga menutup akses pada area seluas hampir 3.000 hektare di wilayah HGU sebuah perusahaan di Kecamatan Batu Putih yang dianggap melanggar ketentuan kawasan lindung.

Disbun Berau menyatakan bahwa penindakan dilakukan tanpa pandang bulu, baik terhadap perusahaan maupun perkebunan rakyat apabila terbukti melanggar peraturan.

Dalam menjalankan pengawasan, Disbun merujuk pada kebijakan lokal yang menetapkan Area dengan Nilai Konservasi Tinggi (ANKT) seluas kurang lebih 83.875 hektare sebagai kawasan lindung — baik yang berada di konsesi perusahaan maupun di luar izin perkebunan. ([Antara News][1])

“Perusahaan yang memiliki konsesi harus memastikan kawasan ANKT tetap dilindungi. Bila ditemukan pelanggaran, akan dikenakan sanksi sesuai regulasi,” ujar Lita.

Pengawasan ini penting tidak hanya untuk menjaga kelestarian alam dan habitat satwa, tetapi juga untuk memastikan pembangunan perkebunan berjalan secara berkelanjutan dan sesuai regulasi.

Pemeriksaan intensif dan penyegelan kebun ilegal menimbulkan kekhawatiran di kalangan petani swadaya — terutama mereka yang belum mengantongi dokumen legal seperti Surat Tanda Daftar Budidaya.

Kepala Disbun berharap setiap petani maupun kelompok tani memastikan legalitas lahannya sebelum melakukan budidaya. Disbun juga mendorong pengurusan STDB dan sertifikasi sesuai peraturan agar usaha perkebunan dapat berkelanjutan dan diakui secara resmi.

Selain penertiban, Disbun juga membuka ruang pendampingan bagi petani yang ingin mematuhi regulasi dan memperoleh bantuan terutama bagi mereka yang berada di luar skema konsesi besar.

Meski pengawasan dan penegakan hukum merupakan prioritas, Disbun menegaskan bahwa penertiban tidak serta-merta dilakukan dengan cara represif terhadap petani kecil yang bermaksud memperbaiki legalitas lahan mereka. Alih-alih itu, pendekatan administratif dan pembinaan dianggap lebih tepat.

Pemerintah diharapkan menyediakan mekanisme kompensasi atau transisi bagi petani terdampak agar mereka dapat menyesuaikan diri tanpa kehilangan mata pencaharian, sambil menjunjung prinsip kelestarian dan regulasi. (ADV*/pan)