IKLAN VIDEO LIST

OKEGAS.ID, Tanjung Redeb – Kepala Kampung Pegat Bukur meminta kepada Pemerintah Kabupaten Berau untuk memfokuskan bantuan pembangunan rumah bagi para korban kebakaran.

Bencana yang menghanguskan 98 rumah, 148 kepala keluarga atau sekitar 205 jiwa itu sungguh memberikan penderitaan yang mendalam.

Bagaimana tidak? Suharyadi, Kepala Kampung, Pegat Bukur mengakui, bencana itu sungguh membuat kesejahteraan para korban terancam. Mayoritas para korban kebakaran adalah karyawan PT Buma. Dan pada tahun ini, tambahnya PT Buma akan melakukan pengurangan tenaga kerja. Alhasil dipastikan para korban tidak memiliki rumah untuk menetap tinggal.

“Pertama karena itu memang sudah rumah terakhir mereka. Dan kebetulan juga tahun ini untuk PT Buma yang memang mayoritas di situ karyawan PT Buma, tahun ini ada pengurangan tenaga kerja. Dan sampai nanti di awal 2025 bisa dipastikan khusus RT 5 ini tidak punya rumah tidak punya pekerjaan nanti ke depan,” kata Suharyadi pada acara Musrenbang Kecamatan Sambaliung, Kamis (22/2/2024).

Untuk itu Suharyadi berharap kepada pemerintah Kabupaten dan dinas-dinas terkait agar mengindahkan apa yang menjadi permintaannya bagi para korban kebakaran.

“Seperti tahun ini kalau tidak salah ada masuk air bersih kalau bisa ditunda saja sudah dulu. Yang penting rumah ini bisa dibangun. Anggarannya dialokasikan untuk pembangunan rumah-rumah mereka, saya berharap itu,” bebernya.

Sementara itu, Bupati Berau Sri Juniarsih Mas, dengan sigap langsung menanggapi permintaan Kakam Pegat Bukur secara positif. Dirinya meminta kepada Kepala Dinas Sosial Berau untuk sesegera mungkin memproses segala sesuatu yang bersifat administratif terkait bantuan bagi para korban kebakaran.

“Dalam waktu dekat InsyaAllah kami akan menurunkan dana BTT (Belanja Tidak Terduga). Kalau tahun lalu itu Rp 40 juta per rumah, karena ini adalah musibah mudah-mudahan tahun ini bisa kami berikan di atas Rp 40 juta,” ujar orang nomor satu di Kabupaten Berau itu.

Terkait itu, Bupati menjelaskan, selain suatu bentuk empati, kebijakan itu adalah suatu kewajiban dari pemerintah daerah untuk tanggap terhadap musibah yang terjadi.

“Ini adalah merupakan sebagai bentuk empati dari pemerintah daerah dan memang kewajiban dari pemerintah daerah. Karena memang ada biaya yang tidak terduga, ketika menghadapi hal-hal yang sifatnya musibah,” imbuhnya. (Yohane)