DBH dan Reklamasi Jadi Sorotan Wakil Ketua Komisi II DPRD Kaltim Jelang Perpanjangan Kontrak PT Berau Coal
OKEGAS.ID, Samarinda – Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Ir. Sapto Setyo Pramono, menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan reklamasi menjelang perpanjangan kontrak PT Berau Coal. Ia menegaskan, perpanjangan kontrak perusahaan tambang batu bara ini harus memberikan manfaat nyata bagi masyarakat Kaltim.
“Masalah perpanjangan memang kewenangan pusat, tetapi yang perlu digarisbawahi adalah bahwa perpanjangan itu juga harus memberikan asas manfaat bagi rakyat Kalimantan Timur,” ujar Sapto pada Jumat (15/2).
PT Berau Coal, yang merupakan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), memiliki potensi besar dengan total wilayah konsesi lebih dari 100 ribu hektare, namun baru sekitar 30-40 ribu hektare yang dimanfaatkan. Sapto menilai perlu adanya pemanfaatan lebih optimal dari lahan yang belum digunakan untuk kesejahteraan masyarakat Kaltim.
Salah satu perhatian utama Sapto adalah pembagian DBH yang dinilai belum adil. Sebagai daerah penyumbang terbesar sumber daya alam bagi negara, Kaltim hanya menerima sekitar Rp 27 Miliar dari DBH, jumlah yang tidak sebanding dengan dampak lingkungan akibat aktivitas pertambangan.
“Dana Bagi Hasil yang diterima Kaltim dan kabupaten/kotanya tidak sebanding dengan kerusakan alam yang terjadi. Seharusnya, hitungan DBH tidak hanya berdasarkan jumlah penduduk, tetapi juga mempertimbangkan luas wilayah dan kondisi geografis Kaltim yang cukup luas,” jelasnya.
Sapto juga mengingatkan bahwa revisi undang-undang terkait DBH sudah lama dinantikan oleh masyarakat Kaltim, yang telah dua kali mengajukan permohonan otonomi khusus namun gagal. Ia berharap wakil rakyat Kaltim di DPR RI memperjuangkan skema DBH yang lebih adil.
Terkait pengelolaan sumber daya alam di Kaltim, Sapto merujuk pada beberapa regulasi penting, termasuk Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Agraria yang menyebutkan bahwa SDA dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat, namun hasilnya belum dirasakan maksimal oleh masyarakat Kaltim. Begitu juga dengan pembagian DBH yang masih belum adil menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Sapto juga menyoroti pengawasan dan pengendalian lingkungan yang diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengharuskan eksploitasi SDA memperhatikan kelestarian lingkungan. Namun, reklamasi pascatambang di Kaltim masih menjadi permasalahan serius.
Ia menegaskan, perpanjangan kontrak PT Berau Coal harus diikuti dengan komitmen yang kuat terhadap reklamasi dan pemulihan lingkungan. Dengan berbagai ketimpangan yang ada, Sapto berharap pemerintah pusat dapat melakukan evaluasi menyeluruh terhadap skema DBH dan kebijakan perpanjangan kontrak pertambangan di Kaltim.
Sapto juga mendorong agar revisi undang-undang terkait bagi hasil SDA segera dilakukan agar lebih adil bagi daerah penghasil seperti Kaltim. “Masyarakat Kaltim sudah lama menantikan keadilan ini. Pemerintah pusat wajib mempertimbangkannya dengan seksama,” tegasnya.
Politisi dari Partai Golkar ini juga mengajak seluruh masyarakat dan pemerintahan Kaltim di bawah kepemimpinan Gubernur Dr. H. Rudy Mas’ud, untuk bersatu memperjuangkan hak-hak rakyat Kaltim di hadapan pemerintah pusat demi kemakmuran dan kesejahteraan daerah. (*)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.