Kontroversi Pengukuhan Paskibraka 2024, Purna Paskibraka Indonesia Berau Kritik BPIP
OKEGAS.ID, Tanjung Redeb – Kontroversi mengemuka terkait Pengukuhan Paskibraka tingkat Nasional tahun 2024 yang memaksa anggota Muslimah untuk melepaskan hijabnya saat bertugas di IKN Nusantara. Fenomena ini memicu protes dari berbagai pihak, termasuk Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Berau, yang menilai tindakan tersebut sebagai pelanggaran terhadap prinsip kebebasan beragama dan hak asasi manusia.
Ketua PPI Berau, Desmus Erysa, dalam surat pernyataan sikapnya pada Rabu (14/8/2024), menegaskan bahwa tindakan memaksa anggota Paskibraka untuk melepaskan hijab melanggar prinsip-prinsip kebebasan beragama yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
“Tindakan ini tidak hanya melanggar hak asasi individu untuk menjalankan keyakinan agamanya, tetapi juga bertentangan dengan prinsip-prinsip kebebasan beragama yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia,” ujar Erysa.
Erysa menekankan bahwa Paskibraka adalah wadah penempaan individu untuk menjadi pribadi yang disiplin, berjiwa korsa, dan berwawasan kebangsaan yang berlandaskan Pancasila serta Bhinneka Tunggal Ika.
Dalam menunaikan tugasnya mengibarkan Sang Merah Putih, setiap harinya mereka dididik dan dilatih untuk memahami pentingnya menyelaraskan gerak langkah tanpa meniadakan perbedaan.
“Perbedaan asal sekolah, Kabupaten Kota, hingga provinsi menjadi khazanah yang mewarnai betapa beragamnya nuansa kebangsaan. Hal ini melekat mulai dari proses seleksi, hingga pengukuhan dan menjalankan tugas secara paripurna,” lanjutnya.
Menurut PPI Berau, tindakan tersebut melanggar prinsip Pancasila, khususnya Sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa,” serta konstitusi yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 ayat 1 dan 2. Jilbab, sebagai simbol keyakinan dan identitas, seharusnya dihormati, dan memaksa seseorang untuk melepaskannya dianggap sebagai bentuk diskriminasi.
“Sebagai institusi yang bertugas membina dan menegakkan ideologi Pancasila, BPIP seharusnya menjadi pelindung bagi seluruh warga negara, termasuk dalam hal kebebasan beragama dan ekspresi diri,” ujar Erysa.
BPIP, selaku penanggung jawab pelaksanaan Diklat Paskibraka 2024, mengklaim bahwa keputusan untuk melepas hijab merupakan hasil dari kesukarelaan masing-masing anggota yang telah menandatangani kontrak persetujuan. Namun, PPI Berau menilai bahwa aturan yang diterapkan BPIP mengabaikan hak asasi anggota untuk menjalankan ajaran agamanya.
PPI Berau berharap BPIP segera mengambil langkah-langkah konkret untuk memulihkan kepercayaan publik dan memastikan bahwa setiap warga negara diperlakukan dengan hormat dan adil, sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
“BPIP harus segera memberikan klarifikasi secara tuntas atas kejadian ini, serta memastikan bahwa insiden serupa tidak akan terulang kembali, dan segera mengadakan investigasi menyeluruh dan memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang terbukti bertanggung jawab atas insiden ini,” tegasnya.
Karena itu, PPI Berau menuntut beberapa langkah konkret, termasuk:
1. Mengutuk keras tindakan intoleran dari BPIP yang memaksa anggota Paskibraka 2024 untuk melepaskan hijab saat prosesi pengukuhan oleh Presiden RI.
2. Meminta Pemerintah Pusat melalui Presiden RI dan Kemenpora untuk mengevaluasi pelaksanaan Paskibraka 2024 dan memperbaiki aturan yang bertentangan dengan hak asasi manusia, UUD 1945, dan Pancasila.
3. Mendesak BPIP untuk meminta maaf kepada publik, anggota, dan keluarga Paskibraka 2024 yang terpaksa melepaskan hijab saat prosesi pengukuhan.
4. Mengimbau kepada seluruh keluarga besar Purna Paskibraka Indonesia untuk tetap menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Demokrasi, serta Keadilan Sosial sebagaimana tercantum dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.
PPI Berau berharap agar BPIP segera mengambil langkah-langkah konkret untuk memulihkan kepercayaan publik dan memastikan bahwa hak asasi dan kebebasan beragama dihormati dalam setiap kegiatan kenegaraan. (*)
Editor: Hardianto
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.