Pemkab Berau Gelontorkan Rp 143 Miliar untuk Atasi Stunting
OKEGAS.ID, Tanjung Redeb – Wakil Bupati Berau, Gamalis, menyampaikan bahwa saat ini terdapat dua sumber data utama dalam pemantauan angka stunting di Indonesia, yakni data Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (ePPGBM) milik Dinas Kesehatan, dan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) milik pemerintah pusat.
“Kalau data ePPGBM kita turun, artinya ada progres. Tapi kalau dari SSGI justru naik 0,4 persen jadi 23,4 persen di tahun 2024. Maka kita harus evaluasi dan perkuat strategi,” kata Gamalis.
Pemerintah Kabupaten Berau menargetkan penurunan angka stunting hingga 14 persen pada 2025, sesuai target nasional dan provinsi. Namun, Gamalis menyebut angka realistis yang bisa dicapai adalah sekitar 20 persen, mengingat saat ini masih berada di angka 23,4 persen.
Untuk mendukung upaya ini, Pemkab Berau telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 143 miliar yang tersebar di berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Anggaran tersebut dipakai untuk intervensi terintegrasi mulai dari edukasi gizi, sanitasi, hingga perbaikan pola hidup sehat.
“Kita libatkan semua, mulai dari Dinas Kesehatan, Bappelitbang, DP2KB, hingga Dinas Perumahan. Ini bentuk konvergensi seluruh sektor,” ujarnya.
Gamalis juga menyoroti rendahnya kesadaran masyarakat, terutama di kampung-kampung, untuk memanfaatkan layanan Posyandu. Pemerintah telah mencoba memberikan insentif, namun tingkat partisipasi masih perlu ditingkatkan.
Pemkab Berau turut menggandeng Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk memberikan masukan strategis dan edukasi dalam penanganan stunting. Selain itu, program “Bapak Asuh Anak Stunting” juga melibatkan perusahaan-perusahaan swasta untuk memberikan dukungan asupan gizi kepada calon pengantin hingga ibu hamil.
“Terlambat kalau saat anak sudah lahir. Jadi kita mulai sejak pra-nikah, agar generasi berikutnya tidak lagi terdampak stunting,” kata Gamalis.
Terkait daerah prioritas, sejumlah kecamatan seperti Tanjung Redeb, Sambaliung, Gunung Tabur, dan Segah disebut sebagai wilayah dengan tingkat stunting yang masih tinggi. Ia juga menegaskan bahwa stunting memang berkaitan erat dengan kondisi ekonomi dan pernikahan dini.
“Banyak kasus stunting di daerah yang notabene penghasil ikan, tapi angka stuntingnya tinggi. Itu karena faktor pernikahan dini, bukan karena kurang gizi,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.